Cielo turun menuju tempat Alicio berada dengan dengusan kesal. Dirinya tidak habis pikir dengan Ayahnya yang iseng dengan Alicio. Ini belum pernah terjadi sebelumnya karena biasanya Elazar lebih menunjukkan sayangnya pada si kembar sampai membuat dirinya jengkel.
Langkah Cielo dan Acacio menjadi lebih cepat saat mengetahui keberadaan Alicio dan anak itu terlihat menangis. Sungguh, Cielo berani memukul Elazar untuk ini. Setidak sukanya dirinya atas si kembar, dirinya tidak segila ini untuk menjahili dengan hal yang cukup sensitif untuk ketiganya. Tidak menganggap anak itu sungguh kelewatan.
“Yah, aku berani ya mukul Ayah di tempat umum begini,” ancam Cielo sembari membawa Alicio dalam rengkuhannya.
“Tunggu, kamu salah paham–”
“Salah paham gimana?! Jelas-jelas Ayah bilang gak mau ngakuin Io anak Ayah. Tahu gak itu sensitif buat kita bertiga?!”
Elgar tentu panik mendapat lontaran kalimat semacam itu. Terlebih lagi mereka sedang berada di tempat umum dan orang-orang saat ini mulai mendekat ke arah mereka. Dengan cepat Elgar menggendong Koa yang asik memakan cotton candy nya, “Kita bicara di tempat lain,” tuturnya lalu memimpin jalan ke tempat yang lebih privat.
“Kamu Kakak Iel dan kamu Io, kan? Boleh biarkan saya bicara terlebih dahulu?” Cielo mengangguk malas.
“Gak usah banyak drama deh, Ayah,” ketusnya.
Ruby di sebelah Elgar sungguh tidak habis pikir dengan anak yang dipanggil Kakak Iel. Anak itu terlihat begitu kasar pada orangtuanya. Tatapannya begitu buruk pada Elgar. Ruby mengerti bahwa mungkin memang ada hal yang mendasari sikapnya itu dan anak itu juga menyebutkan bahwa tidak mengakui anak adalah hal yang sensitif bagi mereka, namun tetap saja anak itu cukup kasar di matanya.
“Saya bisa mengerti emosi kamu yang marah karena tidak mengenali Alicio. Jujur, saya tidak mengenal Alicio bahkan kalian berdua.” Cielo berdecak kesal mendengarnya. “Saya bingung sekali sewaktu ada anak lain yang memanggil saya dengan sebutan Ayah selain anak saya, Koa. Akan tetapi, setelah Alicio menunjukkan foto orangtua kalian, saya bisa mengerti kenapa dia memanggil saya Ayah. Rupanya wajah orangtua kalian itu mirip dengan saya dan suami saya,” lanjutnya yang menghadirkan raut bingung Cielo dan Acacio.
“Kakak Iel dengar, kan? Ayah terus jawab begitu dan bicara kalau anaknya itu cuma adik kecil itu,” tunjuk Alicio pada Koa yang menatap mereka dengan pipinya yang celemotan akibat cotton candy yang dimakannya.
“Saya persilahkan kalian panggil orangtua kalian dan saya bisa pastikan ponsel kami tidak akan berdering.” Ruby menaruh ponsel miliknya dan Elgar di atas meja.
Benar saja, dua gawai di depan mereka tidak ada yang berdering saat Cielo menelepon sang Ayah, pun dengan Acacio yang menelepon sang Papa.
“Cielo, kalian di mana?”
“Dede ketemu siapa? Ayah sama Papa nyusul ke tempat Dede beli crepes ini.”
“Cielo, kamu sama Dede, kan”
“Kamu punya mulut gak sih buat jawab?”
Rentetan pertanyaan Elazar itu tak dijawab oleh Cielo. Otaknya masih memproses hal yang baru dia terima. Sama halnya dengan Cielo, Acacio juga tak bergeming saat mendapat jawaban dari Ruelle.
“Halo, maaf panggilannya saya ambil alih. Anak kalian ada bersama saya dan suami di resto sushi dekat sana. Masuk saja dan pergi ke meja atas nama Elgar, kami di private room,” terang Elgar setelah mengambil ponsel Cielo yang dijatuhkan ke meja.
Elazar dan Ruelle mematung saat memasuki ruangan yang disebutkan oleh Elgar. Dengan spontan Elazar membuka kamera pada ponselnya dan mengambil gambar dirinya bersama Ruelle. Tentu saja gambar keduanya dapat tertangkap kamera.
“Ayah and Obiy is two?” celoteh Koa yang kebingungan.
Ruby sama sekali tak menyangka bahwa mereka semirip ini. Melihat seseorang yang jelas lebih tua dari dirinya itu, pikiran pertamanya langsung mengarah pada wajahnya yang tampak tak menua. Sungguh, dirinya akan menanyakan perawatan yang dilakukan pria secantik dirinya itu.
“Jadi kalian baru menikah?” Ruby dan Elgar mengangguk. “Tapi anak kalian—”
“Koa anak saya dari pernikahan sebelumnya,” potong Ruby dengan cepat.
“Ahh… masalah kita juga sama ternyata.” Ruby menaikkan alisnya bingung. “Divorce.” Ruby hanya tersenyum kikuk menanggapinya.
Cielo dengan tanggap mengajak Koa bermain menjauh dari empat orang dewasa itu ketika tahu pembicaraan mereka tidak untuk didengar anak-anak. Jujur, Cielo merasakan sedih saat tahu bahwa Ruby juga pernah bercerai. Dia seperti melihat dirinya sendiri dalam diri Koa, bedanya Koa dengan cepat mendapatkan kelengkapan keluarganya lagi walaupun tidak bersama ayah biologisnya.
Dalam obrolan empat orang dewasa itu, Elgar hanya bisa menyimak. Dirinya adalah orang yang baru merasakan kehidupan rumah tangga. Selain itu, mendengar sekelebat kisa Elazar dan Ruelle itu mengejutkannya karena ini lebih gila dari yang dialami Ruby, menurutnya.
“Obiy, Koa boleh eat candy dari Kakak?” suara lantang Koa menginterupsi obrolan mereka.
“Tadi promise apa ke Obiy dan Ayah?”
“Only cotton candy for today,” balasnya lesu.
Dengan sedih, Koa mengembalikan permen yang dari Acacio.
“You can take it. Tetapi tidak untuk dimakan hari ini, ya. Berikan pada Obiy untuk disimpan.” Ruelle memberikan sejumlah permen milik Acacio untuk Koa ambil.
“You can take it and give it to Obiy,” sahut Ruby.
“Kalian sama-sama suka buat panggilan yang lucu ya,” celetuk Elazar setelah mengetahui panggilan Koa pada Ruby.
“Itu kata pertama Koa, Kak. Koa lebih mengingat nama Kak Ruby daripada sebutan Papi,” terang Elgar menjelaskan pada Elazar.
Elgar sesungguhnya menahan gemas sedari tadi melihat interaksi si kembar dengan Koa. Dua anak lucu terlihat begitu antusias dengan Koa, tampak sekali bayi sedang mengasuh bayi.
“Ai dan Io suka adik kecil, ya?” tanya Elgar menginterupsi kesibukan keduanya.
“Suka, asalkan bukan adik kecil dari Ayah dan Papaps,” balas Acacio yang disetujui oleh Alicio, bahkan Cielo.
“Why Koa selalu adik, Ayah?” tanyanya karena dirinya banyak memanggil orang lain dengan sebutan kakak.
“Karena kamu bayi,” balas Elgar yang membuat Koa melipat tangannya di depan dada dan menghentakkan kakinya kesal. “Memang bayi tidak boleh jadi Kakak?”
“Boleh, bayi. Koa kan dipanggil Kakak oleh Alice dan Chloe.” Koa seketika tersenyum karena mengingat adanya Alice dan Chloe.
Ruby sudah menebak bahwa obrolan itu akan berlanjut menanyakan kapan Koa akan memiliki adik. Bukan tidak suka, Ruby sudah berbusa menjelaskan ke orang lain perihal dirinya yang memilih menunda.
“Saya mau Koa merasakan rasanya disayang dan hidup bersama orangtua yang utuh terlebih dahulu. Koa memang suka dengan bayi dan kami sudah mendengar berulang kali dirinya suka dipanggil kakak, tapi saya gak mau menghadirkan luka baru buat dia dengan adanya anak lain di rumah kami. Biar Koa nikmati menjadi satu-satunya anak kami saat ini,” terang Ruby.
“Koa sangat beruntung punya kalian berdua,” lirih Ruelle.
Jika bisa mengulang waktu, Ruelle juga akan melakukan hal itu. Dirinya ingin memanjakan Cielo sampai dirinya siap untuk memiliki adik. Akan tetapi, masa lalu tidak bisa dirinya ubah.
“Kita bertiga juga beruntung punya Ayah sama Papaps,” sahut Cielo yang menyimak pembicaraan orang dewasa itu. “Tapi bakal lebih beruntung kalau Ayah ditukar sama Om Elgar,” lanjutnya.
“Kasihan Koa kalau gitu, Iel.” Cielo tertawa puas dengan balasan Ruelle kali ini.
“Kakak Iel jangan seperti itu terus sama Ayah. Katanya sudah memaafkan Ayah,” sahut Acacio.
Elazar yang sedang menampakkan raut menyedihkannya itu tiba-tiba mendapat ciuman manis dari Koa. “Kamu bukan Ayah Elgar, tapi don’t sad ya.” Anak kecil yang beranjak ke pangkuan Elazar untuk memberikan ciumannya itu lantas dirinya rengkuh. “Dede ini so sweet sekali,” gemas Elazar.
“Obiy suka kiss Ayah kalau Ayah sedih.” Pelaku yang disebut Koa hanya tersenyum kikuk.
Mengasuh Koa bagi Elazar dan Ruelle rasanya seperti mengobati rasa rindu mereka mengasuh Cielo kecil dahulu. Elazar yang biasanya terpaku pada si kembar, kini pandangannya sulit beralih dari Koa. Ketiga anak mereka justru asik bermain dengan Elgar dan Ruby.
Dari awal kehadiran Cielo memang mengejutkan Elgar, namun anak itu masih terus mengejutkan dirinya dengan tingkah lakunya. Baru saja anak itu mengambil alih Kak Ruby kesayangannya itu untuk berkonsultasi mendapatkan restu orang tua menikahi berondong. Elgar pikir kekasih Cielo berjarak beberapa tahun dari anak itu, namun ternyata hanya beberapa bulan.
“Orangtua kamu itu bukan gak mau merestui kamu dan berondong kamu itu, mereka masih mau sayang-sayang kamu dengan puas sebagai anak mereka. Kamu masih muda untuk menikah,” sahut Elgar masuk ke dalam obrolan mereka.
“Emang sehabis nikah aku gak lagi jadi anak Ayah sama Papaps gitu?” sentaknya pada Elgar.
“Bukan begitu maksud Elgar. Setelah kamu menikah, situasinya akan beda. Kamu gak tinggal lagi satu atap dengan orang tua kamu dan mereka gak bisa seleluasa sekarang untuk menyalurkan afeksi ke kamu,” terang Ruby.
“I see—by the way, muka Koa agak mirip sama aku waktu kecil. Mantan Obiy mirip Ayah juga?” Pertanyaan Cielo menghadirkan gelak tawa Ruby.
“Beda jauh.”
“Tapi kelakuannya pasti agak mirip, soalnya kalian pisah.”
Ruby dan Elgar hanya bisa menggelengkan kepala pada Cielo yang beranjak meninggalkan keduanya. Mulut anak itu cukup pedas dalam berargumen. Keduanya tak bisa membayangkan jika Koa memiliki mulut sepedas itu, merinding rasanya.
“Om Elgar help me, please.” Kedatangan si kembar membuyarkan pikiran Elgar dan Ruby.
“Ai juga perlu dibantu?” Alicio mengangguk dan mendekat ke arah Ruby untuk dibantu melepaskan roller blade yang dipakainya.
Disisi lain, ada Koa yang sangat menikmati bermain bersama Elazar dan Ruelle. Anak itu benar-benar sedang dimanjakan. Menaiki tangga papan seluncur saja dituntun oleh Elazar, pun saat turun, Ruelle akan menangkapnya. Saat di arena trampolin, sudah tidak terhitung berapa kali Koa tertawa lepas karena dibuat melompat tinggi oleh Elazar dan Ruelle.
“Super fun tapi Koa haus, Ayah,” tuturnya dengan napas tersenggal.
“Kita ke tempat Ayah dan Obiy ya untuk minum.” Elazar pun menggendong Koa untuk pergi menyusul ke tempat Elgar dan Ruby.
“Papaps looks so tired. Give Papaps tissue, Ayah,” pinta Koa.
“That is fine. Papaps have tissue on bag,” balas Ruelle dengan senyuman hangat.
Dirinya sadar diri bahwa sudah bukan usia produktifnya untuk mengasuh anak balita. Dapat dipastikan bahwa nanti dirinya akan meminta Elazar memijatnya di rumah. Memang seharusnya dirinya kembali merutinkan kegiatan olahraganya agar ototnya tidak sering kaku.
“Obiy, Koa haus sekali,” adunya saat sampai.
“Sini sama Ayah. Lihat Ayah Elazar temani Koa main sampai engap,” tutur Elgar dengan kekehannya. “Pelan-pelan minumnya,” peringat Elazar pada Koa yang menyedot air dari botol minumnya.
“Di mobil nanti pasti tidur ini,” tutur Ruby melihat banyaknya energi Koa yang terkuras.
“Twins make it fast please. Kakak mau rekaman habis ini,” panggil Cielo pada si kembar yang masih tertinggal mengambil barang mereka. “Handphone nya ketinggalan, dipakai buat bikin video tadi,” jelasnya pada Elazar dan Ruelle.
Sebelum mereka berpisah, mereka menyempatkan untuk bertukar tempat. Ruby masih perlu mengobrolkan hal yang belum tersampaikan pada Ruelle. Dirinya seperti mendapatkan Kakak baru setelah mengenal Ruelle. Orang yang dirinya anggap seperti Kakak sebelumnya sudah menjadi mertuanya sekarang.
“Nanti aku fotoin kalau udah sampai rumah,” tutur Ruelle mengingat permintaan Ruby.
“Okay, thank you so much, Kak.” Ruby tersenyum lebar membalas Ruelle.
“Kak, mau barter Koa sama mereka berdua, gak?” Si kembar dengan cepat menggelengkan kepalnya atas tawaran Cielo pada Ruby.
“Jangan kebanyakan iseng.” Ruby menarik hidung Cielo atas itu.
“Bye bye Kakak, biu biu~” Koa melemparkan ciuman jauhnya.
“Hati-hati di jalan ya, Kak. Nice to know you, by the way.” Elazar membalas jabatan tangan Elgar.