Calon Pengantin

⚠️ : This narration contains mature content and explicit kiss scene. If you are underage, please be wise. You take your own risk.


Setelah panggilan berakhir, Elgar masih setia merengkuh Ruby. Dirinya justru mempererat rengkuhannya dan menyamankan dirinya yang bersandar di pundak Ruby. “Aku mau berendam, Elgar.” Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya, membuat Ruby merasa geli atas rambut Elgar yang menggelitik lehernya.

“Kamu mandi sana, aku mau berendam,” ulang Ruby sembari melepaskan rengkuhan Elgar. Saat dirinya berjalan menuju kamar mandi, Elgar masih mengikutinya. “Kakak suruh aku mandi dan ini kamar mandiku.” Ruby dengan cepat menutup pintu kamar mandi, meninggalkan Elgar yang tersenyum puas menggodanya.

Elgar mengambil pakaian dan handuknya untuk dirinya bawa mandi di kamar mandi lainnya. Sebelum meninggalkan kamar, Elgar masih menyempatkan untuk menggoda Ruby di dalam kamar mandi. “Kak, aku gak dibukain pintunya?” Lelaki itu mengetuk pintu kamar mandi beberapa kali. “Memangnya rumah sebesar ini cuma punya satu kamar mandi?” Respon kesal Ruby memuaskan Elgar.


Ruby mendapati Elgar yang tengah menonton film saat dirinya keluar dari kamar mandi. Lelaki itu sudah nampak bersih dan segar menyapanya. 

Ruby melanjutkan aktivitasnya menggunakan rangkaian skincare. Elgar yang melihat Ruby kerepotan bolak-balik meja ke kaca berinisiatif memegangkan kotak skincare Ruby dan menarik kursi gamingnya untuk Ruby duduki. Elgar memang tidak memiliki meja rias di kamarnya, hanya terdapat meja komputer dan satu kaca berdiri di sebelahnya.

“Interior kamarku harus diganti ini. Suami cantikku nanti bakal kerepotan kalau mau rias diri,” tuturnya yang dibalas dehaman setuju dari Ruby. “Koa udah tidur sendiri belum sih, Kak? Aku perlu buat kamar Koa juga gak sih di sini?” tanyanya yang berkelana memikirkan bagian lain rumahnya.

“Koa punya kamar sendiri, tapi cuma dipakai bermain, as you know. Dia tidurnya selalu berdua sama aku,” balas Ruby setelah mengetapkan bibirnya yang baru diolesi lipbalm.

“Rumah ini memang perlu beberapa perubahan buat hadirnya suami dan anakku. Kamar ini juga perlu diperluas buat nambah closet untuk barang-barang Kakak yang sejumlah isi toko itu.” Ruby melirik Elgar sinis atas kalimat terakhirnya. “Kakak buat toko baru di rumah ini pun gapapa. Barang Kakak yang ada di rumah Kakak biar tetap di sana.”

Elgar menyuarakan banyak hal perihal bagian mana saja yang perlu dirinya ubah dan tambahkan. Dirinya tersadarkan atas kebutuhan itu karena Ruby menginap di rumahnya, jika tidak, mungkin akan terlambat untuk dirinya merencanakan perubahan interior rumahnya.

Saat Ruby mengambil pakaiannya dalam koper untuk berganti, dirinya melihat jam tangan untuk Elgar belum dirinya berikan. Pikirannya sudah tidak lagi tertuju pada kekesalan dirinya pada Tian, namun mengingat bagaimana mantan Elgar yang mengarahkannya memilih jam tangan untuk Elgar. 

“Ini jam tangan yang aku belikan kemarin, coba pakai.” Dirinya berikan kotak kecil itu pada Elgar. “Kan, navy suits on you. Mantanmu itu jelek banget seleranya,” ujarnya setelah jam tangan itu terpakai di pergelangan tangan Elgar.

“Aku jelek juga dong? Aku selera dia juga,” balas Elgar percaya diri.

“Kamu kan gak dipilih dan dia lebih pilih pasangannya yang sekarang, seleranya jelek.” Elgar mengangguk dengan senyuman penuh arti.

Jemari Ruby yang memuji jam tangan di tangan Elgar itu dialihkan perhatiannya oleh jemari Elgar yang menyelinap di buku-buku jari Ruby. Genggaman yang telah menyatu, langkah Elgar berlanjut menyatukan belah bibir keduanya. Dipagutnya bibir yang baru mengungkapkan kalimat penuh kecemburuan itu. 

Ruby yang mendapat afeksi spontan dari Elgar tak bisa menolaknya. Sebelah tangan Ruby yang memegang pakaian gantinya sampai tak kuasa, pakaiannya sudah jatuh di lantai. Tangannya beralih meremat kaus Elgar menunjukkan dirinya yang mulai terbawa permainan Elgar. Bibirnya tak lagi pasrah dipagut Elgar. Dirinya membalas pagutan itu dan menciptakan bunyi basah dari pergelutan bibir mereka.

Elgar terus menarik tubuh Ruby menghabiskan jarak antar keduanya yang sudah tak ada. Kala ciuman keduanya terlepas, mereka sadari betapa kacaunya ciuman keduanya. Kaus Elgar yang kusut atas cengkeraman Ruby dan bathrobe Ruby yang tak lagi rapi. Tangan Ruby yang hendak membenarkan bathrobenya itu ditahan oleh Elgar.

Tangan Ruby dibawa Elgar untuk mengalung pada lehernya. Sekali lagi, Elgar mempetemukan belah bibir mereka yang masih basah. Ciuman kedua ini membangkitan nafsu yang hendak mereka padamkan sebelumnya. Tangan Ruby bukan lagi mencengkeram Elgar, tangan itu turun menggerayahi dada bidang yang lebih muda.

Elgar menitah Ruby untuk berjalan mundur ke arah kasur. Ruby diarahkan Elgar untuk duduk dalam pangkuannya. Kaki Ruby melingkari tubuh Elgar. Peraduan yang semakin intens itu turut menghadirkan lenguhan indah di tengah suara basah yang dihadirkannya.

Just go on, Elgar,” tutur Ruby pada Elgar yang menghentikan aksinya saat dirinya menarik tali bathrobe Ruby. Elgar menyadari dirinya bertindak kejauhan menuruti nafsunya. “I let you to do it.

“Kak…” Elgar mengeratkan kalungan tangannya di pinggang Ruby saat si cantik di depannya memainkan jemarinya di balik kausnya.

“Kamu dulu sejauh ini juga dengan mantan kamu?” Elgar menggeleng. Dirinya tak seberani dan segila itu untuk bertindak semacam ini di masa remajanya. “Glad to know she doesn’t know this perfect chest,” pujinya yang sekaligus menggoda Elgar.

“Jangan menyesal godain aku kayak gini ya.” Ruby memberikan senyumannya dan sebuah kedipan sebelah mata. “Obiy nya Koa centil banget, ya. Nakal.”

Elgar dengan berani melepas kaitan bathrobe Ruby. Kala sorot mata Elgar masih memuji cantiknya tubuh Ruby, si cantik itu kembali meraup bibir yang lebih muda. Tangan Ruby pun bergerak menyingkap kaus Elgar. 

Keduanya menghabiskan sisa hari ini dengan memadu kasih. Elgar dan Ruby saling memamerkan cinta yang mereka miliki satu sama lain. Cinta yang beradu dengan nafsu antar keduanya membuat air yang telah membersihkan tubuh keduanya beberapa saat lalu seakan sia-sia.