Kakak Cielo

Cielo bukan lagi seorang anak-anak. Dirinya sudah tumbuh menjadi dewasa. Selain itu, dirinya juga bukanlah putra semata wayang Elazar dan Ruelle, ada si kembar yang merupakan adiknyaㅡyang baru diketahuinya di usianya yang menginjak 20 tahun.

Disaat Cielo mengetahui kabar kolapsnya perusahaan sang Ayah, disitulah dirinya menyadari mengapa akhir-akhir ini Ayahnya begitu sibuk, pun Papanya yang biasanya mudah dirinya temui di rumah menjadi sama sibuknya seperti sang Ayah. Dirinya pikir semua itu tidak akan memakan waktu lama, namun sudah hampir satu tahun dia perhatikan perusahaan sang Ayah justru semakin menurun. Bahkan dirinya mengetahui keterlambatan pembayaran sekolah adik-adiknya dan kuliahnya sendiri dimana sebelumnya itu tidak pernah terjadi.

Aneh jika hal itu tidak menyita pikirannya. Dirinya merasa tidak pantas dengan kondisinya yang sudah bisa memahami keadaan orang tuanya dan mampu mencari uang sendiri tidak turut membantu. Pasti tidak diperkenankan jika dirinya terang-terangan menunjukkan bantuannya, karena itulah dirinya melakukan semuanya diam-diam biarpun terkena amarah sang Ayah karena mengesampingkan kuliahnya karena pekerjaan.

Mulai dari finansial keluarga, kuliah, pekerjaan, dan keinginannya untuk bisa menghidupi kedua adiknya itu semua ada dalam pikirannya. Dia memikirkan itu semua di waktu yang bersamaan hingga berakhir dirinya tidak mampu menemukan solusi. Pikirannya tidak kuat menampung semuanya.

Sebuah pelukan erat diterima oleh Cielo. Pelukan itu sukses menumpahkan tangisan Cielo. Usapan hangat Elazar memang tak pernah gagal untuk menumpahkan tangisannya.

“Cielo, maaf ya Ayah sudah buat kita di kondisi seperti ini. Ayah sangat berterima kasih atas pengertian Cielo untuk keluarga kecil kita. Kakak Cielo hebat sekali.” Elazar jatuhkan kecupan di kepala putra sulungnya itu.

“Ayah paham kalau Cielo sayang dengan kita semua, tapi Ayah sedih kalau melihat Cielo seperti ini. Cielo tidak perlu lakukan apa yang menjadi tanggung jawab Ayah dan Papa. Cielo memang hebat, tapi bukan berarti semua bisa ditangani oleh Cielo, bukannya Cielo pernah ingatkan Ayah akan hal semacam itu? Jadi Ayah minta tolong untuk Cielo sudahi semua ini ya? Cielo fokus saja dengan kuliah dan job menyanyi dengan jadwal selayaknya, tidak perlu ikut campur hal yang menjadi tanggungan Ayah dan Papa. Perlu Cielo tahu, dengan Cielo tetap di sini sama Ayah dan Papa itu sudah sangat membantu.” Cielo mengeratkan pelukannya pada Elazar.

“Ayah kalo capek cerita ya sama aku, aku bakal peluk Ayah begini,” tutur Cielo dengan sesenggukan.

“Gak dulu, lebih suka dipeluk suamiku,” balas Elazar yang langsung mendapat cubitan Ruelle di sampingnya.

“Kakak Iel, tolong istirahat dulu ya belajarnya. Papa mohon sekali. Kalau Kakak sakit nanti jadi makin kacau semuanya. Sebelum sayang sama keluarga, sayangi dulu diri sendiri, masa dirinya sendiri dibikin sakit.” Ruelle usap air mata Cielo yang membasahi pipi merahnya.

“Mau bobo dipeluk Ayah boleh, ya?” pintanya yang justru mendapat seruan dari Ruelle dan si kembar yang baru melangkahkan kaki di kamar Cielo.

“Stop rebutin Ayah, Ayah tau kok kalo Ayah itu ganteng.” Ucapan Elazar itu seketika mendapat tatapan sinis dari keempat kesayangannya. “Ih serem banget Ayah dilihatin begitu. Hari ini kita tidur sama-sama di kamar Ayah dan Papa, ok?”

“Yang sampe duluan di kamar Ayah bobonya dipeluk Ayah!” Seruan Cielo spontan menggerakkan kaki Acacico, Alicio, bahkan Ruelle sekalipun untuk berlari ke kamar utama. Elazar yang melihatnya menggelengkan kepalanya heran.